Media & Propaganda Kekuasaan: Ketika Opini Dibungkus Bahasa Kekuasaan

đź§­ Media Tinggal Nama, Otot Kekuasaan yang Bicara
Media seharusnya jadi penyeimbang kekuasaan—pelindung publik, bukan corong penguasa. Namun di era digital seperti sekarang ini, media semakin dijadikan alat propaganda terstruktur:

  • Melalui buzzers dan akun palsu, narasi pemerintah disebar secara terencana dan berbayar, bukan tumbuh dari kesadaran publik
  • Media mainstream diberi insentif finansial agar lebih menonjolkan keberhasilan proyek pemerintah, alih-alih kritik tajam.
  • Demokrasi berubah rupa: bukan tempat dialog, melainkan arena untuk mengontrol persepsi publik melalui algoritma, iklan, dan kontrak politik

Masih Ingat G30S/PKI? Pelajaran Gelap Propaganda Medsos

Propaganda bukan barang baru di Indonesia. Era Orde Baru menampilkan contoh ekstrem:

Era Digital: Propaganda Berbentuk Partisipasi Publik
Sekarang propaganda disamarkan lewat “partisipasi”:
Like, share, dan komentar pada kampanye pemerintah disulap menjadi ilusi dukungan rakyat.

  • Serangan drift informasi ditimbun dengan akun palsu yang terorganisasi.
  • Dana publik bahkan digunakan untuk membayar buzzer—menyamar dalam kerumunan daring sebagai “genuine opinion” .
  • Pola yang sama pernah muncul saat kampanye Pemilu, saat berita hoaks tersebar sebelum Pemilu 2019 .

đź§ą Media Sehat Harus Bebas dari Trailer Kekuasaan

  • Transparansi pengiklanan — apa yang dipromosikan dan siapa yang membayar.
  • Label konten bersponsor — jika narasi disubvensi, sebutkan secara terbuka.
  • Fakta independen — jangan hanya liput keberhasilan, tuntut investigasi terhadap bukti kegagalan.
  • Peningkatan literasi digital publik — agar masyarakat dapat memfilter konten secara kritis

🔚 Kesimpulan BrutalNews
Punya pengalaman soal propaganda di media lokal? Temukan artikel penelusuran, atau ingin berbagi analisis?
đź“© Kirim ke: opini@brutalnews.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *